CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 29 Oktober 2013

PEMBAKUAN BAHASA


1) Bahasa Baku
            Berbicara tentang bahasa baku (lebih tepat disebut ragam bahasa baku) dan bahasa non baku, berarti kita membicarakan tentang variasi (Inggris: variety) bahasa, karena yang disebut bahasa baku adalah salah satu variasi bahasa  (dari sekian banyak variasi) yang diangkat dan disepakati sebagai ragam bahasa yang akan dijadikan tolok ukur sebagai bahasa yang baik dan benar” dalam komunikasi yang bersifat resmi, baik secara lisan maupun tulisan. Keputusan untuk memilih dan menggangkat salah salah satu ragam bahasa baik ragam regional maupun sosial, merupakan keputusan yang bersifat politis, sosial, dan linguistis. Disebut keputusan politis karena menyangkut strategi politik yang berkaitan dengan kehidupan bangsa dan negara secara nasional di masa-masa mendatang. Disebut keputusan sosial karena ragam yang dipilih itu pada mulanya hanyalah digunakan oleh satu kelompok anggota masyarat tutur, yang kelak akan menjadi alat komunikasi dalam status sosial yang lebih tinggi, yaitu dalam situasi komunikasi yang bersifat resmi kenegaraan. Disebut keputusan lingustis karena ragam yang dipilih menjadi ragam bahasa baku itu harus mempunyai dan memenuhi persayaratan-persayaratan lingustik tertentu. Artinya, dilihat dari segi linguistik ragam bahasa itu mempunyai kepadanan dalam hal tata bunyi, tata bentukan (morfologi), tata kalimat (sintaksis) dan tata kata (leksikon), jika ragam yang dipilih itu tidak mempunyai kepadanan dalam hal-hal tersebut, tentu ragam itu kelak sukar digunakan untuk komunikasi resmi itu.
            Penamaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa resmi, atau bahasa persatuan, adalah penamaan terhadap keseluruhan bahasa indonesia sebagai sebuah langua dengan segala macam ragam dan variasinya. Sedangkan bahasa Indonesia baku hanyalah salah satu ragam dari sekian banyak ragam bahasa Indonesia yang ada, yang hanya digunakan dalam situasi resmi kenegaraan.
            Halim (1980) mengatakan bahwa bahasa baku adalah ragam bahasa yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian warga masyarakat pemakainya sebagai ragam resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dan penggunaaannya. Sedangkan ragam yang tidak baku adalalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma bahasa baku. Dittmar (1976:8) mengatakan bahwa bahasa baku adalah ragam ujaran dari satu masyarakat bahasa yang disahkan sebagai  norma keharusan bagi pergaulan sosial atas kepentingannnya dari berbagai pihak yang dominan di dalam masyarakat itu.



2) Fungsi Bahasa Baku
            Selain fungsi penggunaanya untuk situasi-situasi resmi, ragam bahasa baku menurut Gravin dan Mathiot (1956:785-787) juga mempunyai fungsi lain yang bersifat sosial politik, yaitu:
1.                  Fungsi Pemersatu
            Yang dimaksud dengan fungsi pemersatu adalah kesanggupan bahasa baku untuk menghilangkan perbedaan variasi dalam masyarakat, dan membuat terciptanya kesatuan masyarakat tutur, dalam bentuk minimal, memperkecil adanya perbedaan variasi dialektual dan menyatukan masyarakat tutur yang berbeda dialeknya.
2.                  Fungsi Pemisah
            Yang dimaksud fungsi pemisah adalah ragam bahasa baku itu dapat memisahkan atau membedakan penggunaan ragam bahasa tersebut untuk situasi yang formal dan yang tidak formal.
3.      Fungsi Harga Diri
            Yang dimaksud dengan fungsi harga diri adalah bahwa pemakai ragam baku itu akan memiliki perasaan harga diri yang lebih tinggi daripada yang tidak dapat menggunakannya, sebab ragam bahasa baku biasanya tidak dapat dipelajari dari lingkungan keluarga atau lingkungan hidup sehari-hari.
4.      Fungsi Kerangka Acuan
      Fungsi kerangka acuan adalah bahwa ragam bahasa baku itu akan dijadikan tolak ukur untuk norma pemakaian bahasa yang yang baik dan benar secara umum.

            Keempat fungsi itu akan dapat dilakukan oleh sebuah ragam bahasa baku kalau ragam bahasa baku itu telah memiliki tiga ciri yang sangat penting, yaitu (1)memiliki kemantapan yang dinamis, (2) memiliki ciri kecendekiaan, dan (3) memiliki ciri kerasionalan.
            Ciri kemantapan yang dinamis, wujudnya berupa kaidah dan aturan yang tetap. Ciri kemantapan ini dapat diusakan dapat diusakan dengan melakukan kodifikasi bahasa terhadap dua aspek yang penting, yaitu 1) bahasa menurut situasi pemakai dan pemakaiannya; dan 2) berkenaan dengan strukturnya sebagai suatu sistem komunikasi.
            Ciri kecendekian bahasa baku harus harus diupayakan agar bahas itu dapat digunakan untuk membicarakn ilmu pengetahuan, teknologi, dan kehidupan modern. Ciri-ciri kecendekian bahasa ini harus tampak pula secara struktural. Misalnya bentuk-bentuk komplek, ekpres, dan pilem bukanlah bentuk-bentuk bahasa baku. Bentuk baku ketiga kata itu adalah komplek, ekspres, dan film.
            Ciri kerasionalan bahasa harus tampak dalam penggunaan bahasa, baik dibidang kosakata maupun struktur sintaksis. Kerasionalan bahasa baku ini sangat tergantung pada kecendekiaan penutur untuk menyusun kalimat yang secara logika dapat diterima isinya.

3) Pemilihan Ragam baku
            Moeliono (1975:2) mengatakan, bahwa pada umumnya yang layak dianggap baku ialah ujaran dan tulisan yang dipakai oleh golongan masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan paling besar kewibawaannya.
            Sebenarnya banyak dasar atau kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan atau memilih sebuah ragam menjadi ragam bahasa baku.  Dasar atau kriteria itu, antara lain (1) otoritas, (2) bahasa penulis-penlis terkenal, (3) demokrasai, (4) logika, (5) bahasa orang-orang yang dianggap terkemuka dalam masyarakat.
            Dasar otoritas, maksudnya, penentuan baku atau tidak baku berdasarkan pada kewenangan orang yang dianggap ahli, atau pada kewenangan buku tata bahasa atau kamus. Aturan-aturan dalam bahasa apapun akan berubah sesai dengan perubahan zaman dan perkembangan budaya.
            Dasar bahasa penulis –penulis terkenal, maksudnya, seperti  dikatakan Alisjahbana (dalam robin1971) bahwa bahasa dari para penlis terkenal sebaiknya digunakan untuk menjadi patokan bahasa yang baik. Kalau dasar bahasa para penulis terkenal yang dijadikan bahasa baku, maka akan terlihat ada tiga macam kelemahan. Pertama, bahwa bahasa itu bukanlah hanya bahasa tulis saja, tetapi ada bahasa lisan. Kedua siapa yang bisa menjamin bahwa penulis-penulis terkenal telah mengasai aturan tata bahasa dengan baik. Ketiga, karena penulis-penulis terkenal itu berada pada zaman yang lalu, maka pertanyaan itu untuk menyatakan keberatan, apakah bahasa penulis terkenal itu bahasanya masih sesai dengan keadaan sekarang.
            Dasar demokrasi, maksudnya untuk menetukan bentuk bahasa yang benar dan tidak benar atau baku dan tidak baku, tentunya kita harus menggunakan data statitik. Setiap  bentuk satuan bahasa harus diselidiki, dicatat, lalu dihitng frekensi penggunaannya.
            Dasar logika, maksudnya, dalam penentuan baku atau tidak baku digunkaan pemikiran logika, bisa diterima akal atau tidak. Tampaknya dasar logika tidak dapat digunakan untuk menentukan kebakuan bahasa, sebab seringkali benar dan tidak benar strktur bahasa tidak sesuai dengan pemikiran logika.
            Dasar kelima, yaitu bahasa orang-orang terkemuka dalam masyarakat, sejalan dengan konsep moeliono (1975:2) di atas, maksudnya, penentuan baku dan tidaknya suatu bentuk bahasa didasarkan pada bahasa orangorang terkemuka seperti pemimpin, wartawan, guru dan sebagainya.
            Usaha pembakuan bahasa, sebagai salah satu usaha pembinaan dan pengembangan bahasa, tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari berbagai sarana. Antara lain:
1.           Pendidikan
              Kiranya jalur pendidikan formal merupakan salah satu sarana yang paling tepat untuk “ menghidupkan “ eksistensi bahasa baku.
2.           Industri Buku
              Tiada indutri buku berarti juga menghambat pengembangan dan penyebaran bahasa baku, sebab melalui bukulah ragam bahasa baku (tulis) dapat ditampilkan.
3.           Perputakaan
              Adanya perpustakaan dengan jumlah buku yang tersedia cukup banyak akan mempercepat proses pembakuan bahasa.
4.           Administrasi Negara
              Kelangsungan eksistensi bahasa baku dapat terjamin dengan adanya administrasi negara yang rapi, tertib, dan teratur.
5.           Media Massa
              Surat kabar dan majalah merupakan sarana bacaan yang paling banyak mendekati masyarakat.
6.           Tenaga
              Pembakuan bahasa juga memerlukan tenaga-tenaga terlatih dan terdidik dalam bidang kebahasaan.
7.           Penelitian
              Tanpa adanya penelitian yang terus- menerus dibidang kebahasaan (tentunya harus dilakukan secara profesional) usaha pengembangan dan pembakuan bahasa tidak akan mencapai kemajuan.

4) Bahasa Indonesia Baku
            Andaikata kita telah memilih salah satu ragam bahasa Indonesia untuk dijadikan ragam baku, dan mengolahnya agar ragam tersebut memiliki ciri kecendekiaan, dan memiliki ciri kerasionalan, maka tindakan pembakuan itu harus dikenakan kepada semua tataran tingkat bahasa, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan tataran semantik.
            Yang diatur di dalam ejaan adalah cara menggunakan huruf; cara penulisan kata dasar, kata ulang, kata gabung; cara penulisan kalimat; dan juga cara penulisan unsur-unsur serapan. Berikut ini contoh penulisan bentuk kata yang bakudan yang tidak baku

Bentuk Baku                         Bentuk Tidak Baku
Administratif                          administratip
Ahli                                         akhli
Anarki                                     anarkhi, anarsi
Anggota                                  anggauta

            Pembakuan dalam bidang tata bahasa juga sudah dilakukan yakni dengan telah diterbitkannya buku tata bahasa yang diberi nama Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Meskipun masih banyak kritik dilancarkan terhadap buku tersebut, yang barang kalai karena perbedaan persepsi dan teori ketatabahasaan yang dianut, kehadiran buku tersebut sebagai upaya dalam pembakuan tata bahasa merupakan sesuatu yang sangat berharga.

Bentuk Baku                                                 Bentuk Tidak Baku 
Rektor meninjau perumahan                          Rektor tinjau perumahan karyawan IKIP.
karyawan IKIP.                     

Kuliah sudah  berjalan dengan baik.               Kuliah sudah jalan dengan baik.        

            Pembekuan bahasa Indonesia dalam bidang kosakata dan peristilahan juga telah lama dilakukan. Kebakuan unsr leksikal dapat dilihat dari            (1) ejaannya, (2) lafalnya, (3) bentuknya, dan (4) sumber pengambilan.
            Maka Halim (1980) menyatakan perlu dibedakannya ragam baku lisan dan ragam baku tulis. Lalu, perlu pula dibedakan adanya ragam baku lisan nasional dan ragam baku lisan daerah, sehubungan dengan “sangat sukarnya “menentukan kebakuan ragam lisan. Sedangkan ragam baku tulis yang adanya ragam baku tulis nasional; ragam baku tulis daerah tidak ada, sebab pembakuan ragam baku tulis itu lebih mudah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar