CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 29 Oktober 2013

INTERFERENSI DAN INTEGRASI


8.1 Interferensi
Istilah interferensi pertama kali digunakan Weinreich (1953) untuk menyebutkan adanya perubahan system suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsure-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Seperti seperti sudah disebutkan dalam bab yang lalu, penutur yang bilingual adalah penutur yang menggunakan dua bahasa secara bergantian, dan penutur multilingual. Kalau ada, tentu penutur yang dapat menggunakan banyak bahasa secara bergantian. Namun, kemampuan setiap penutur terhadap B1 dan B2 sangat bervariasi. Ada penutur yang menguasai B1 dan B2 sama baiknya, tetapi ada pula yang tidak, malah ada yang kemampuannya terhadap B2 sangat minim. Penutur bilingual yang mempunyai kemampuan terhadap B1 dan B2  Sama baiknya, tentu tidak mempunyai kesulitan untuk menggunakan kedua bahasa itu kapan saja diperlukan, karena tindak laku kedua bahasa itu terpisah dan bekerja sendiri-sendiri.

 
Penutur bilingual yang mempunyai kemampuan seperti ini oleh Ervin Osgood (1965:139) disebut berkemampuan bahasa yang sejajar. Sedangkan yang kemampuan terhadap B2 jauh lebih rendah atau tidak sama dari kemampuan terhadap B1 disebut berkemampuan bahasa yang majemuk. Penutur yang mempunyai kemampuan majemuk ini biasanya mempunyai kesulitan dalam menggunakan B2 karena akan dipengaruhi oleh kemampuan B1. Bagaimana proses berbahasa bagi penutur yang berkemampuan majemuk dan sejajar ini adalah:
Diagram sebelah kiri menunjukkan tindak bahasa penutur yang berkemampuan majemuk. Di situ terdapat dua perangkat isyarat (1) atau bahasa yaitu perangkat isyarat I A dan I B. kedua perangkat isyarat ini dihubungkan oleh satu perangkat proses mediasi representasi (rm) yang sama, yaitu rm ___________ im. Pada sisi interpretasi (im), proses mediasi ini dihubugkan dengan dua perangkat penerimaan atau respon (R) yang terdapat pada kedua bahasa, yaitu bahasa A dan bahasa B, oleh karena proses mediasinya sama, maka masukan dari I A dapat saja menjadi keluaran pada RA. Jika terjadi yang demikian, maka terjadilah proses yang kita sebut interferensi itu atau “pengacauan” (Nababa 1984). Hartman dan Stork (1972:115) tidak menyebutnya “pengacauan” atau “kekacauan”, melainkan “kekeliruan”, yang terjadi sebagai akibat terbawanya  kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua.
Diagram sebelah kanan menunjukan tindak tutur pada seorang penutur yang mempunyai kemampuan berbahasa sejajar. Disini terdapat dua proses mediasi yang terpisah, sehingga tidak terjadi “pengacauan” atau interferensi. Penutur bilingual yang seperti ini dapat disebut sebagai bilingual sejati. Namun, penutur yang seperti ini jarang ada, yang banyak terdapat ialah penutur yang sama-sama dalam dua bahasa, tetapi biasanya bidang pemakaian yang berbeda.
Dalam diagram di atas ada ditunjukan prosese interpretasi yaitu gerak dari isyarat (I) ke interpretasi. Sebaliknya, ada juga proses representasi atau proses pengungkapan, yaitu gerak dari R ke I, baik dalam proses interpretasi maupun proses representasi bisa terjadi interferensi reseprif  yakni berupa penggunaan bahasa B ( dalam diagram di atas)  dengan diresapi unsure-unsur bahasa A. sedangkan interferensi yang terjadi pada proses representasi disebut interferensi produktif. Wujud berupa penggunaan bahasa A tetapi dengan unsure dan struktur bahasa B.

Interferensi reseptif dan interferensi produktif yang terdapat dalam tindak laku bahasa penutur bilingual di sebut interferensi perlakuan (inggris performance interference ). Interferensi perlakuan biasa terjadi pada mereka yang sedang belajar bahasa kedua. Karena itu interferensi ini lazim juga disebut interferensi belajar (inggris: learning interference) atau interferensi perkembangan (inggris: development interference). Weignreich dalam bukunya language in contact, interferensi yang dimaksud adalah interferensi yang tampak dalam perubahan system suatu bahasa, baik mengenai system fonologi, morfologi, maupun system lainnya. Oleh karena inferensi mengenai system suatu bahasa, maka lazim juga disebut interferensi sistemik.
Sehubungan dengan inferensi dalam bidang fonologi ini, Weinreich membedakan adanya tipe interferensi substitusi (seperti halnya oleh penutur Bali), interferensi overdiferensiasi (seperti halnya penutur dari Tapanuli dan Jawa), interferensi underdeferensi (seperti penutur jepang), dan interferensi reinterpretasi (seperti penutur Hawai)
Interferensi dalam bidang fonologi antara lain terdapat dalam pembentukan kata dengan afiks. Afiks-afiks suatu bahasa digunakan untuk membentuk kata dalam bahasa lain. Umpamanya dalam bahasa Belanda dan inggris ada sufiks-isasi, maka banyak penutur bahasa Indonesia yang menggunakan dalam pembentukan kata bahasa Indonesia, seperti neonisasi, tendanisasi, dan turinisasi. Bentuk-bentuk bentuk tersebut merupakan penyimpangan dari sistematik morfologi bahasa Indonesia, sebab untuk membentuk nomina proses dalam bahasa Indonesia ada konfiks pe-an. Jadi, seharusnya peneoan, penendaan, dan penurian. Contoh lain dalam bahasa Arab sufiks itu seperti pada kata-kata manusiawi, bahasawi, surgawi, dan gerejani.
Interferensi dalam bidang sintaksis, contohnya kalimat bahasa Indonesia dari seorang bilingual Jawa-Indonesia dalam berbahasa Indonesia. Bunyi kaliat itu “Di sini took Laris yang mahal sendiri ”. contoh lainya, struktur kalimat bahasa Indonesia “ Makanan itu telah dimakan oleh saya” adalah dipengaruhi oleh bahasa Sunda, karena kalimat Sundanya adalah “ Makanan The atos dituang ku abdi”. Dalam bahasa Indonesia baku susunan haruslah menjadi “Makanan itu telah saya makan”.
Penggunaan serpihan kata, frase dan klausa di dalam kalimat dapat juga dianggap sebagai interferensi pada tingkat kalimat. Perhatikan serpihan-serpihan dari bahasa lain yang terdapat dalam kalimat –kalimat bahasa Indonesia:
-          Mereka akan married bulan depan
-          Nah karena saya sudah kadhung apik sama dia, ya saya tanda tangan saja ( Nah karena saya suah benar benar baik dengan dia, maka saya tanda tangani saja )
-          Yah apa boleh buat, better laat dan noit (Yah apa boleh buat, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali
-          Pimpinan kelompok itu selalu mengatakan education is necessary for life( pimpinan kelompok itu selalu mengatakan, bahwa pendidikan adalah perlu dalam kehidupan )
Campur kode adalah penggunaan serpihan-serpihan dari bahasa lain yang bisa berupa kata, atau frase dalam menggunakan suatu bahasa. Serpihan-serpihan berupa klausa dari bahasa lain dalam suatu kalimat bahasa lain masih dapat dianngap sebagai suatu peristiwa campur kode dan juga interferensi. Dilihat darisegi “kemurnian bahasa”, inferensi pada tingkat apapun (fonologi, morfologi,dan sintaksis) merupakam “penyakit”, sebab “merusak” bahasa. Jadi, perlu dihindarkan.

8.2 Integrasi
Dalam hal ini Mackey (1968) menjelaskan bahwa integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi warga bahasa tersebut. Tidak dianggap lagi sebagai unsure pinjaman atau punggutan. Penerimaan unsure bahasa lain dalam bahasa tertentu sampai menjadi status integrasi memerlukan waktu dan tahap yang relatif panjang.
Proses penerimaan bahasa asing, khususnya unsure kosakata di dalam bahasa Indonesia pada awalnya tampak banyak dilakukan secara audial. Artinya, mula-mula penutur bahasa Indonesia mendengar butir-butir lesikal itu dituturkan oleh penutur aslinya, lalu mencoba menggunakannya. Apa yang terdengar oleh telinga, itulah yang diujarkan, lalu dituliskan. Oleh karena itu, kosakata yang diterima secara audial seringkali menampakkam cirri ketidakteraturaan bila dibandingkan dengan kosakata aslinya.
Penyerapan unsure asing dalam rangka pengembangan bahasa Indonesia bukan hanya melalui penyerapan kata asing itu yang disertai dengan penyesuaian lafal dan ejaan, tetapi banyak pula dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.      Penerjemahan langsung
            Penerjemahan langsung adalah kosakata itu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Misalnya airport menjadi Bandar Udara, Paardekracth menjadi tenaga kuda, semen working menjadi kerja sama, joint wenture menjadi usaha patungan dan balance budget menjadi anggaran berimbang.
2.      Penerjemahan konsep
        Kosakata asing itu diteliti baik-baik konsepnya lalu dicarikan kosakata bahasa Indonesia yang konsepnya dekat dengan kosakata asing tersebut. Misalnya begroting post menjadi mata anggaran, network menjadi jaringan, brother in law menjadi ipar laki-laki, dan medication menjadi pengobatan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar