8.1 Interferensi
Istilah
interferensi pertama
kali digunakan Weinreich (1953) untuk menyebutkan adanya perubahan system suatu
bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsure-unsur
bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Seperti seperti sudah
disebutkan dalam bab yang lalu, penutur yang bilingual adalah penutur yang
menggunakan dua bahasa secara bergantian, dan penutur multilingual. Kalau ada,
tentu penutur yang dapat menggunakan banyak bahasa secara bergantian. Namun,
kemampuan setiap penutur terhadap B1 dan B2 sangat bervariasi. Ada penutur yang
menguasai B1 dan B2 sama baiknya, tetapi ada pula yang tidak, malah ada yang
kemampuannya terhadap B2 sangat minim. Penutur bilingual yang mempunyai
kemampuan terhadap B1 dan B2 Sama
baiknya, tentu tidak mempunyai kesulitan untuk menggunakan kedua bahasa itu
kapan saja diperlukan, karena tindak laku kedua bahasa itu terpisah dan bekerja
sendiri-sendiri.
Penutur
bilingual yang mempunyai kemampuan seperti ini oleh Ervin Osgood (1965:139)
disebut berkemampuan bahasa yang sejajar.
Sedangkan yang kemampuan terhadap B2 jauh lebih rendah atau tidak sama dari
kemampuan terhadap B1 disebut berkemampuan bahasa yang majemuk. Penutur yang mempunyai kemampuan majemuk ini biasanya
mempunyai kesulitan dalam menggunakan B2 karena akan dipengaruhi oleh kemampuan
B1. Bagaimana proses berbahasa bagi penutur yang berkemampuan majemuk dan
sejajar ini adalah:
Diagram
sebelah kiri menunjukkan tindak bahasa penutur yang berkemampuan majemuk. Di
situ terdapat dua perangkat isyarat (1) atau bahasa yaitu perangkat isyarat I A
dan I B. kedua perangkat isyarat ini dihubungkan oleh satu perangkat proses
mediasi representasi (rm) yang sama, yaitu rm ___________ im. Pada sisi
interpretasi (im), proses mediasi ini dihubugkan dengan dua perangkat penerimaan
atau respon (R) yang terdapat pada kedua bahasa, yaitu bahasa A dan bahasa B,
oleh karena proses mediasinya sama, maka masukan dari I A dapat saja menjadi
keluaran pada RA. Jika terjadi yang demikian, maka terjadilah proses yang kita
sebut interferensi itu atau “pengacauan” (Nababa 1984). Hartman dan Stork
(1972:115) tidak menyebutnya “pengacauan” atau “kekacauan”, melainkan
“kekeliruan”, yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau
dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua.
Diagram
sebelah kanan menunjukan tindak tutur pada seorang penutur yang mempunyai
kemampuan berbahasa sejajar. Disini terdapat dua proses mediasi yang terpisah,
sehingga tidak terjadi “pengacauan” atau interferensi. Penutur bilingual yang
seperti ini dapat disebut sebagai bilingual sejati. Namun, penutur yang seperti
ini jarang ada, yang banyak terdapat ialah penutur yang sama-sama dalam dua
bahasa, tetapi biasanya bidang pemakaian yang berbeda.
Dalam
diagram di atas ada ditunjukan prosese interpretasi yaitu gerak dari isyarat
(I) ke interpretasi. Sebaliknya, ada juga proses representasi atau proses
pengungkapan, yaitu gerak dari R ke I, baik dalam proses interpretasi maupun
proses representasi bisa terjadi interferensi
reseprif yakni berupa penggunaan bahasa
B ( dalam diagram di atas) dengan
diresapi unsure-unsur bahasa A. sedangkan interferensi yang terjadi pada proses
representasi disebut interferensi
produktif. Wujud berupa penggunaan bahasa A tetapi dengan unsure dan
struktur bahasa B.
Interferensi
reseptif dan interferensi produktif yang terdapat dalam tindak laku bahasa
penutur bilingual di sebut interferensi
perlakuan (inggris performance interference ). Interferensi perlakuan biasa
terjadi pada mereka yang sedang belajar bahasa kedua. Karena itu interferensi
ini lazim juga disebut interferensi belajar (inggris: learning interference)
atau interferensi perkembangan (inggris:
development interference). Weignreich dalam bukunya language in contact,
interferensi yang dimaksud adalah interferensi yang tampak dalam perubahan
system suatu bahasa, baik mengenai system fonologi, morfologi, maupun system
lainnya. Oleh karena inferensi mengenai system suatu bahasa, maka lazim juga
disebut interferensi sistemik.
Sehubungan
dengan inferensi dalam bidang fonologi ini, Weinreich membedakan adanya tipe
interferensi substitusi (seperti halnya oleh penutur Bali), interferensi
overdiferensiasi (seperti halnya penutur dari Tapanuli dan Jawa), interferensi
underdeferensi (seperti penutur jepang), dan interferensi reinterpretasi
(seperti penutur Hawai)
Interferensi
dalam bidang fonologi antara lain terdapat dalam pembentukan kata dengan afiks.
Afiks-afiks suatu bahasa digunakan untuk membentuk kata dalam bahasa lain.
Umpamanya dalam bahasa Belanda dan inggris ada sufiks-isasi, maka banyak
penutur bahasa Indonesia yang menggunakan dalam pembentukan kata bahasa
Indonesia, seperti neonisasi, tendanisasi, dan turinisasi. Bentuk-bentuk bentuk tersebut merupakan penyimpangan
dari sistematik morfologi bahasa Indonesia, sebab untuk membentuk nomina proses
dalam bahasa Indonesia ada konfiks pe-an. Jadi, seharusnya peneoan, penendaan, dan
penurian. Contoh lain dalam bahasa Arab sufiks itu seperti pada kata-kata
manusiawi, bahasawi, surgawi, dan gerejani.
Interferensi
dalam bidang sintaksis, contohnya kalimat bahasa Indonesia dari seorang
bilingual Jawa-Indonesia dalam berbahasa Indonesia. Bunyi kaliat itu “Di sini
took Laris yang mahal sendiri ”. contoh lainya, struktur kalimat bahasa
Indonesia “ Makanan itu telah dimakan oleh saya” adalah dipengaruhi oleh bahasa
Sunda, karena kalimat Sundanya adalah “ Makanan The atos dituang ku abdi”.
Dalam bahasa Indonesia baku susunan haruslah menjadi “Makanan itu telah saya
makan”.
Penggunaan
serpihan kata, frase dan klausa di dalam kalimat dapat juga dianggap sebagai
interferensi pada tingkat kalimat. Perhatikan serpihan-serpihan dari bahasa
lain yang terdapat dalam kalimat –kalimat bahasa Indonesia:
-
Mereka akan married bulan depan
-
Nah karena saya sudah kadhung apik sama dia, ya saya tanda
tangan saja ( Nah karena saya suah benar benar baik dengan dia, maka saya tanda
tangani saja )
-
Yah apa boleh buat, better laat dan noit (Yah
apa boleh buat, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali
-
Pimpinan kelompok itu selalu mengatakan education is necessary for life(
pimpinan kelompok itu selalu mengatakan, bahwa pendidikan adalah perlu dalam
kehidupan )
Campur kode adalah
penggunaan serpihan-serpihan dari bahasa lain yang bisa berupa kata, atau frase
dalam menggunakan suatu bahasa. Serpihan-serpihan berupa klausa dari bahasa
lain dalam suatu kalimat bahasa lain masih dapat dianngap sebagai suatu
peristiwa campur kode dan juga interferensi. Dilihat darisegi “kemurnian
bahasa”, inferensi pada tingkat apapun (fonologi, morfologi,dan sintaksis)
merupakam “penyakit”, sebab “merusak” bahasa. Jadi, perlu dihindarkan.
8.2 Integrasi
Dalam hal ini Mackey
(1968) menjelaskan bahwa integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang
digunakan bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi warga bahasa tersebut.
Tidak dianggap lagi sebagai unsure pinjaman atau punggutan. Penerimaan unsure
bahasa lain dalam bahasa tertentu sampai menjadi status integrasi memerlukan waktu
dan tahap yang relatif panjang.
Proses penerimaan
bahasa asing, khususnya unsure kosakata di dalam bahasa Indonesia pada awalnya
tampak banyak dilakukan secara audial. Artinya, mula-mula penutur bahasa
Indonesia mendengar butir-butir lesikal itu dituturkan oleh penutur aslinya,
lalu mencoba menggunakannya. Apa yang terdengar oleh telinga, itulah yang
diujarkan, lalu dituliskan. Oleh karena itu, kosakata yang diterima secara
audial seringkali menampakkam cirri ketidakteraturaan bila dibandingkan dengan
kosakata aslinya.
Penyerapan unsure asing
dalam rangka pengembangan bahasa Indonesia bukan hanya melalui penyerapan kata
asing itu yang disertai dengan penyesuaian lafal dan ejaan, tetapi banyak pula
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Penerjemahan
langsung
Penerjemahan
langsung adalah kosakata itu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia.
Misalnya airport menjadi Bandar Udara, Paardekracth menjadi tenaga kuda, semen
working menjadi kerja sama, joint wenture menjadi usaha patungan dan balance
budget menjadi anggaran berimbang.
2. Penerjemahan
konsep
Kosakata
asing itu diteliti baik-baik konsepnya lalu dicarikan kosakata bahasa Indonesia
yang konsepnya dekat dengan kosakata asing tersebut. Misalnya begroting post
menjadi mata anggaran, network menjadi jaringan, brother in law menjadi ipar
laki-laki, dan medication menjadi pengobatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar