Ada pelbagai teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan.
Ada yang mengatakan bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada
pula mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda,
namun, mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan.
Ada yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan, sehingga
segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercemin di dalam bahasa. Sebaliknya,
ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat mempengaruhi kebudayaan, dan cara
berpikir manusia atau masyarakat penuturnya. Dalam bab ini akan dibicarakan
bagaimana hubungan yang sebenarnya, paling tidak menurut teori yang berlaku,
antara bahasa dan kebudayaan itu. Karena tentang hakikat bahasa sudah dapat dipahami
dan uraian-uraian pada bab terdahulu, maka tentang hakikat bahasa tidak akan
dibicarakan lagi. Dalam sub-bab berikut kiranya perlu terlebih dahulu
dibicarakan mengenai hakikat kebudayaan itu
1) Hakikat
Kebudayaan
Kroeber dan Kluckhom (1952) telah mengumpul
berpuluh-puluh definisi mengenai kebudayaan, dan mengelompokkannya menjadi enam
golongan menurut sifat definisi itu, yakni:
1.
Definisi yang
deskriptif, yakni definisi yang menekankan pada unsure-unsur kebudayaan.
2.
Definisi yang
historis, yakni definisi yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara
kemasyarakatan.
3.
Definisi
normative, yakni definisi yang menekankan hakikat kebudayaan sebagai aturan
hidup dan tingkah laku.
4.
Definisi yang
psikologis, yakni definisi yang menekankan pada kegunaan kebudayaan dalam
penyesuaian diri kepada lingkungan, pemecahan persoalan, dan belajar hidup.
5.
Definisi yang
strukturl, yakni definisi yang menekankan sifat kebudayaansebgai suatu sistem
yang berpola dan teratur.
6.
Definisi yang
genetic, yakni defenisi yang menekankan pada terjadinya kebudayaan hasil karya
manusia.
Kalau kita
lihat definisi golongan (6), mkabisa dikatakan apa saja perbuatan manusia
dengan segala hasil dan akibatnya adalah termasuk dalam konsep kebudayaan. Ini
berada memang dengan konsep kebudayaan yang tercakup dan diurus oleh dirktorat
yang bernama Direktorat Jendral Kebudayaan yang ada dibawah Departeman
Pendidikan Nasional, sebab ternyata yang diurus oleh direktorat itu hanyalah
hal-hal yang berkaitan dengan kesenian.
Nababan
mengelompokkan definisi kebudayaan atas empat golongan, yaitu:
1.
Definisi yang
melihat kebudyaan sebagai pengatur dan pengikat masyarakat.
2.
Definsi yang
melihat kebudayaan sebagai hal-hal yang diperoleh manusia melalui belajar atau
penidikan (nurture).
3.
Definisi yang
melihat kebudayaan sebagai kebiasaan dan perilaku manusia dan,
4.
Definisi yang
melihat kebudayaan sebagai sistem komunikasi yang dipakai masyarakat untuk
memperoleh kerja sama, kesatuan, dan kelangsungan hidup masyarakat manusia.
Nababan
(1984) secara gamblang menyatakan bahwa kebudayaan adalah sistem aturan-aturan
komunikasi dan interaksi yang memungkinkan suatu masyarakat terjadi, terpelihara,
dan dilestarikan. Koentjaraningrat (1992) mengatakan bahwa kebudayaan itu hanya
dimiliki manusia, dan tumbuh bersama dengan berkembangnya masyarakat manusia.
Untuk memahaminya koetjaraningat, menggunakan sesuatu yang disebutnya “kerangka
kebudayaan”, yang memiliki dua aspek tolok yaitu, (1) wujud kebudayaan, dan (2)
isi kebudayaan. Ketujuh unsur itu adalah:
1.
Bahasa
2.
Sistem teknologi
3.
Sistem mata
pencarian hidup atau ekonomi
4.
Organisasi
sosial
5.
Sistem
pengetahuan
6.
Sistem religi,
dan
7.
Kesenian
Menurut
koentjaraningrat, bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, atau dengan kata lain
bahasa itu di bawah lingkup kebudayaan.
Menurut
koentjaraningrat di atas bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi hubungan
antara bahasa dan kebudayaan merupakan
hubungan yang subordinaif, dimana bahasa berada di bawah lingkup
kebudayaan. Masinambouw (1985) malah menyebutkan bajwa bahasa (istilah beliau kebahasaan) dan kebudayaan
merupakan dua sitem yang “melekat” pada manusia. Kalau kebudayaan itu adalah
satu sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, maka
kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya
interaksi itu. Hubungan yang erat itu berlaku sebagai kebudayaan merupakan
sistem yang mengatur interaksi manusia, sedangkan kebahasaan merupakan sistem
yang berfungsi sebagai sarana keberlangsungan sarana itu.
Masinambouw
(1985) juga mempersoalkan bagaimana hubungan antara kebahasaan dan kebudayaan
itu. Mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan yang bersifat koordinatif ada dua
hal yang perlu dicatat. Pertama, ada
yang mengatakan hubungan kebahasaan dan kebudayaan itu seperti anak kembar
siam, dua buah fenomena yang terikat erat. Hal
kedua yang menarik dalam hubungan koordinatif ini adalah adanya hipotesis
yang sangat kontroversial, yaitu hipotesis dari dua pakar linguistik ternama. Jadi
perbedaan-perbedaan budaya dan jalan pikiran manusia itu bersuber dai perbedaan
bahasa, atau tanpa adanya bahasa manusia
tidak mempunyai pikiran sama sekali. Untuk lebih memahami adanya hubungan
budaya dan tindak tutur, serta melihat adanya budaya yang tidak sama, sehingga
melahirkan pola tindak tutur yang berbeda, camkan ilustrasi berikut.
Hubungan
antara bahasa dan kebudayaan secara luas telah kita bicarakan. Etika berbahasa
ini erat berkaitan dengan pemilihan kode bahasa, norma-norma sosial, dan sistem
budaya yang berlaku dalam satu masyarakat. Butir-butir “aturan” dalam etika
berbahasa yang disebutkan di atau tidaklah merupakan hal yang terpisah,
melainkan merupakan hal yang menyatu di dalam tindak laku berbahasa.
Gerak-gerik
fisik dalam etika bertutur menyangkut dua hal yakni yang disebut kinesik dan proksimik. Yang dimaksud dengan kinesik adalah antara lain gerakan
mata, perubahan ekspresi wajah, perubahan posisi kaki, gerakan tangan bahu,
kepala, dan sebagainya. Yang dimaksud dengan proksimik adalah jarak tubuh di
dalam berkomunikasi atau bercakap-cakap. Secara terpisah, kinesik dan proksimik
ini merupakan alat komunikasi juga yaitu alat komunikasi nonverbal, atau alat
komunikasi nonlinguistik, yang biasa dibedakan dengan alat komunikasi verbal
atau alat komunikasi linguistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar