CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 29 Oktober 2013

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE

7.1 Alih Kode
Untuk apat memahami pengertian alih kode dengan lebih baik simaklahterlebih dahulu ilustrasi dalam paparan berikut!
Nanang dan ujang, keduanya berasal dari Priangan, lima belas menit sebelum kuliah dimulai sudah hadir di ruang kuliah. Keduanya terlibat dalam percakapan yang topiknya tak menentu dengan menggunakan bahasa sunda, bahasa ibu keduanya. Sekali-sekali bercampur dengan bahasa Indonesia kalau topik pembicaraan menyangkut masalah pelajaran. Ktika mereka sedang asyik becakap-cakap masuklah togar, teman kuliahnya yang berasal dari tapanuli, yang tentu saja tidak dapat berbahasa sunda. Togar meyapa mereka dalam bahasa Indonesia. Lalu, segera mereka terlibat percakapan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Tidak lama kemudian masuk pula teman-teman lainnya, sehingga suasana menjadi riuh, dengan percakapan yang tidak tentu arah dan topiknya dengan menggunakan bahasa Indonesia ragam santai. Ketika ibu dosen masuk ruangan, mereka diam, tenang, dan siap mengikuti perkuliahan. Selanjutnya kuliah pun berlangsung dengan tertib dalam bahasa Indonesia ragam resmi. Ibu dosen menjelaskan materi kuliah dalam bahasa Indonesia ragam resmi, mahasiswa bertanya dalam ragam resmi, dan seluruh percakapan berlangsung dalam resmi hingga kuliah berakhir. Begitu kuliah selesai, dan ibu dosen meninggalkan ruang kuliah, para mahasiswa itu menjadi ramai kembali, dengan berbagai ragam santai, ada pula yang bercakap-cakap dalam bahasa daerah.
Dari ilustrasi itu dapat dilihat, pada mulanya nanang dan ujang, yang berbahasa ibu sama, bercakap-cakap dalam bahasa sunda, kecuali sesekali kalau topik pembicaraannya mengenai bahan pelajaran, mereka menggunakan bahasa Indonesia. Sewaktutogar, yang berasal dari tapanuli itu, masuk, maka nanang dan ujang mengubah bahasa mereka dari bahasa sunda ke bashasa Indonesia, meskipun hanya bahasa ragam santai. Demikian juga bahasa yang digunakan bahasa yang digunakan oleh teman-teman mereka yang datang kemudian. Tetapi begitu ibu dosen masuk dan kuliah mulai berlangsung, maka percakapan hanya dilakukan dalam bahasa Indonesia ragam formal. Penggunaan ragam formal ini baru berhenti bersamaan dengan berakhirnya jam perkuliahan. Tepatnya, begitu ibu dosen meninggalkan ruang kuliah.
Peristiwa pergantian bahasa yang digunakan dalam ilustrasi di atas dari bahasa sunda ke bahasa Indonesia, atau berubahnya dari ragam santai menjadi ragam resmi, atau juga ragam resmi ke ragam santai, inilah yang disebut peristiwa alih kode di dalam sosiolinguistik. Memang tentang apakah yang disebut alih kode itu banyak batasan dan pendapat dari pakar. Namun, ilustrasi dan keteranan diatas telah member gambaran apa yang disebut dengan alih kode.
Appel (1976:79) mendefinisikan alih kode itu sebagai, “gejala peralihan pemakain bahasa karena berubah situasi”. Berbeda dengan Appel yang mengatakan alih kode itu terjadi antar bahasa, maka Hymes (1875:103) mengatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Dalam ilustrasi di atas antara ragam santai dan ragam resmi bahasa Indonesia. Lengkapnya Hymes mengatakan “code switching has become a common term for alternate us of two or more language, varieties of language, or even speech styles”.
Kalau kita menelusuri penyebab terjadinya alih kode itu, maka harus kita kembalikan kepada pokok persoalan sosiolingustik seperti yang dikemukakan Firhman (1976:15), yaitu “siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa”. Dalam berbagai kepustakaan linguistic secara umum penyebab alih kode disebutkan antara lain adalah (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya, (5) perubahan topic pembicaraan.
Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya karena si penutur ingin mengimbagi kemampuan berbahasa si lawan tutur itu. Dalam hal ini biasanya kemampuan berbahasa si lawan tutur kurang atau agak kurang karena memang mungkin bukan bahasa pertamanya. Kalau si lawan tutur itu berlatar belakang bahasa yang sama dengan penutur, maka alih kode yang terjadi hanya beupa peralihan varian (baik regional maupun sosial), ragam, gaya, atau register. Kalau si lawan tutur berlatar belakang bahasa yang tidak sama dengan si penutur, maka yang terjadi adalah alih bahasa.
Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa yang sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Pada ilustrasi di atas, maka sewaktu nanang dan ujang bercakap-cakap dalam bahasa sunda, masuklah togar yang tidak menguasai bahasa sunda. Maka, nanang dan ujag segera beralih kode dari bahasa sunda ke bahasa Indonesia. Sebagai contoh lai, simaklah ilustrasi alih kode berikut dari bahasa sunda ke bahasa Indonesia (diangkat dari Widjajakusumah 1981).
Latar belakang   : kompleks perumahan guru di bandung
Pembicara            : ibu-ibu rumah tanggga. Ibu S dan ibu H orang sunda, dan        ibu N orang minang yang tidak bias berbahasa sunda.
Topik                 : air ledeng tidak keluar
Sebab alih kode : kehadiran ibu N dalam peristiwa
Peristiwa tutur   :
Ibu S                  : bu H, kumaha cai tadi wengi? Di abdi mah tabuh sapuluh  embe ngocor, kitu ge alit (bu H, bagaimana air ledeng tadi malam? Dirumah saya sih pukul sepuluh baru keluar, itu pun kecil)
Ibu H          : sami atuh. Kumaha ibu N yeuh, ‘kan biasanya baik (samalah. Bagaimana bu N ni, kan biasanya baik).
Terlihat di situ, begitubpembicaraan ditujukan kepada ibu N alih kode pun langsung dilakukan dari bahasa sunda ke bahasa Indonesia. Status orang ketiga dalam alih kode jga menentukan bahasa atau varian yang harus digunakan. Pada contoh di atas ibu N adalah orang minang yang tidak menguasai bahasa sunda, maka pilihn satu-satunya untuk beralih kode adalah bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia itulah yang dipahami oleh mereka bertiga.
Menurut Widjajakusumah terjadinya alih kode dari bahasa sunda ke bahasa Indonesia adalah kerena:
(1)   Kehadiran orang ketiga
(2)   Perpindahan topik dari yang nonteknis ke yang teknis
(3)   Beralihnya suasana bicara
(4)   Ingin dianggap “terpelajar”
(5)   Ingin menjauhkan jarak
(6)   Menghindarkan adanya bentuk kasar dan halus dalam bahas sunda
(7)   Menutip pembicaraan orang lain
(8)   Terpengaruh lawan bicara yang beralih ke bahasa Indonesia
(9)   Mitra berbicaranya lebih mudah

Sedangkan penyebab alih kode dari bahaa Indonesia ke bahasa sunda adalah karena:
1.      Perginya orang ketiga
2.      Topiknya beralih dari hal teknis ke hal nonteknis
3.      Suasana beralih dari resmi ke tidak resmi; dari situasi kesundaan ke keindonesiaan
4.      Merasa ganjil untuk tidak berbahasa sunda dengan orang sekampung;
5.      Ingin mendekatkan jarak

Tampaknya penyebab alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa sunda merupakan kebalikan dari penyebab alih kode dari bahasa sunda ke bahasa Indonesia. Soewito membedakan adanya dua macam alih kode, yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern. Yang dimaksud alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa jawa, atau sebaliknya, seperti percakapan antara sekretaris dan majikannya dalam ilustrasi. Sedangkan alih kode ekstern terjadi antara bahasa sendiri (salah satu bahasa atau ragam yang ada daam verbal repertoir masyarakat.


7.2 Campur Kode
Pembicaraan mengenai alih kode biasanya diikuti dengan pembicaraan mengenai campur kode. Kedua peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat yang bilingual ini mempunyai kesamaan yang besar, sehingga seringkali sukar dibedakan.
Kesamaan yang ada antara alih kode dan campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Banyak ragam pendapat beda keduanya. Namun yang jelas, kalau dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu seperti yang sudah dibicarakan diatas. Sedangkan didalam campur kode ada sebuah kode utama ata kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya,sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar