CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Kamis, 08 Desember 2011

Kepergianmu



            Di dalam rumah sederhana terlihat aku yang baru bangun tidur dan bergegas mandi. Di dapur terlihat ibuku yang sedang memasak.  Ayahku, adikku, kakakku dan suami kakakku  sedang sibuk dengan kesibukan masing-masing mempersiapkan diri untuk pergi ke masjid. Dan akhirnya kami sekeluarga pergi ke masjid.
            Mentari mulai menampakkan sinarnya. Sayup-sayup mengagungkan tuhan telah menggema dari malam yang gelap dengan taburan bintang hingga pagi dengan bunyi langkah kaki setiap orang yang ingin pergi ke masjid untuk salat Idul fitri itu  menggambarkan aura kesakralan di hari kemenangan.
            Aku telah pulang dari masjid. Teringat 3 bulan yang lalu ayahku pernah berkata “lebaran idul fitri tahun depan kita sekeluarga ke Rumah nenek dulu, setelah itu baru pergi ke rumah-rumah tetangga yang dekat,” ujarnya. Tetapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi esok hari. Hari yang ditunggu itu telah tiba tetapi kakekku sudah tidak ada lagi. lebaran tahun 2010 ini adalah lebaran idul fitri pertamaku tanpa kehadiran kakekku. Penyesalan memamang selalu datang di akhir. Mengapa diwaktu kami ingin mengubah kebiasaan dan mendahulukan meminta maaf terlebih dahulu dengan orang tua ibuku karena biasanya lebaran ke 2 baru kami ke rumah nenek tetapi  kakekku telah tiada.
            Setelah meminta maaf dengan kedua orang tuaku, kakakku, adikku, dan suami kakakku kami sekeluarga pergi ke rumah nenek. Setelah sampai dirumah nenekku aku melihat disudut ruang tamu di situlah kakekku terbiasa duduk saat kami sekeluarga saling meminta maaf. Aku meminta maaf pada nenekku “maafkan segala kesalahanku nenek,” ujarku dengan kesedihan yang tersimpan didalam hati dan air mata itu tidak jatuh tetapi hatiku menangis. Aku tidak bisa menyembunyikan kesedihan dan kerinduanku pada kakekku sehingga tanpa kusadari aku meminta maaf pada nenekku sampai 2 kali.
            Di mulai hari itu aku tidak akan lagi mendengar suaranya dan do’a yang diucapkannya untukku  “semoga jadi orang yang sukses,’ ujarnya. Kata itu masih terngiang dan akan kuingat selama hidupku.
            Kenangan-kenangan demi kenangan mengalir terbawa suasana hatiku yaitu  pada saat aku pergi ke Rumah sakit Ibnu Sina pada hari minggu karena hanya hari itu aku libur kuliah. Aku melihat keadaan kakekku yang sedang sakit. Terasa olehku rasa sakit dan penderitaan kakekku yang terbaring di tempat tidur yang disediakan rumah sakit. Aku tidak tega melihat pemandangan yang memilukan itu. “aku mau pulang,”kata kakekku memecah kesunyian salah satu kamar di rumah sakit. Aku hanya terdiam mendengar kata-kata itu terucap. 
            Aku, ayahku, dan ibuku berpamitan pada kakekku. Dengan taxi akhirnya sampai juga aku di Gramedia. Aku keluar dari taxi itu dan melanjutkan ke Marpoyan dengan naik Busway. Ibuku dan ayahku melanjutkan perjalanannya. Keduanya akan naik mobil Travel setelah taxi itu berhenti di rumah sakit Awalbros karena mobil travel ke Belilas telah menunggunya disana.
            Malam telah menunjukkan jam 21.00 malam. Hatiku gundah dan air mata tiba-tiba mengalir di pipiku. Aku takut kehilangan kakekku yang sangat kusayangi itu. Akhirnya aku tertidur. Jam 01.00 malam handphoneku berbunyi dan aku terbangun. Terdengar suara ayahku “kakekmu meninggal,”ujarnya. Aku kaget mendengar berita itu dan air mata mengalir dan tak terbendung lagi. Aku tidak bisa pulang dan melihat kakekku dikuburkan karena ayahku tidak membolehkan aku pulang.
            Aku tidak pernah menduga bahwa pertemuan di Rumah Sakit Ibnu Sina adalah pertemuan terakhirku dengan kakekku. Keesokan harinya baru kusadari bahwa setiap manusia pasti akan pergi dan menghadap sang khalik. Sehingga aku mencoba mengikhlaskannya, dan akan kusimpan kenangan indah saat bersamanya. Walaupun raga tidak bisa lagi saling menyapa tetapi kasih sayang yang diberikan seorang kakek terhadap cucunya akan tetap membekas dalam hati.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar