Puisi-puisi Laura Rafti di Metro Riau, 24 Juni 2012
Toga yang menyapa lafaz asa
Menyentuh rahasia derap
Membuatku
Menerjang pekat rintangan
Mencabik kerasnya bharavase*
Walaupun tetes-tetes air mata bercucuran, batin berdarah
Tapi aku tetap meniti senja dengan sayap-sayap perjuangan
Demi memenuhi kerinduan kesakralan wisuda
Membayar pengorbanan ayah bunda
*Kanada = harapan
Kucing
Kucing menggerakkan ekor, mengendus jemari perihku
Menggerutu di tajam sorot lubuk sendu tersakiti
Berusaha mencakar sajak-sajak lukaku
Namun, tak sanggup menjamah hamparan kecewa tersurat suram
Pekanbaru, 3 Juni 2012
Pohon
Di balik pohon tertegun bulan
Akar-akar kata menjelajah saluran tak sesuai mimpi di fajar matahari senja
Bunga-bunga puisi tercipta membalut ranting-ranting keluh
Buah mengepak ngepakkan sayapnya bersama dedaunan jatuh
Menyihir penikmat kata, menyusup ke jaringan air mata
Pekanbaru, 3 Juni 2012
Lalai
Lalai merenggut curahan sayang-Mu
Membuatku lunglai
Terdampar aku di selat sesal
Pekanbaru, 5 Juni 2012
Puisi-puisi Laura Rafti di Xpresi Riau Pos, 17 Maret 2013
Meringkas Hati
Meringkas hati busur cinta pipih pertama
dari kedua
memulai menyiapkan baju-baju cerita
janjimu berspasi deklaratif bertisu di sofa mulutmu
mencintaiku setulus rupa edelwais rindu
namun, bengkel makna keluar dari simpang[kata-kata]
jalan[jalan] bersua di malam koma, kan selalu sama diminta
telah sampai pada pedangterlupa
“[dan]aku jatuh pada lonceng curam nan sama”
menghilang lagi berminggu di antah berantah
menggantung di jemuran tak berpintu
berhenti di titik
selesailah ringkasan luka
Mungil dalam Dosa
Dada menggelegak mempertontonkan khilaf menyelam pada kelam
dari sebalik cinta menukikkan hidup menikam nyawa
menghadirkan kesucian mungil dalam dosa
seburat kelangsungan ini pagi memandikan lumut senja di mentari nan kuyup
ada rengek meramaikan rerumah berubah merah demam
tanpa tanggung, jawabnya “hanya memuntahkan kamboja di rahim nestapa”
lalu kala sesal…
nganga langit runtuh di lebam kata bunda mengusir muka
2012

Meringkas hati busur cinta pipih pertama
dari kedua
memulai menyiapkan baju-baju cerita
janjimu berspasi deklaratif bertisu di sofa mulutmu
mencintaiku setulus rupa edelwais rindu
namun, bengkel makna keluar dari simpang[kata-kata]
jalan[jalan] bersua di malam koma, kan selalu sama diminta
telah sampai pada pedangterlupa
“[dan]aku jatuh pada lonceng curam nan sama”
menghilang lagi berminggu di antah berantah
menggantung di jemuran tak berpintu
berhenti di titik
selesailah ringkasan luka
Mungil dalam Dosa
Dada menggelegak mempertontonkan khilaf menyelam pada kelam
dari sebalik cinta menukikkan hidup menikam nyawa
menghadirkan kesucian mungil dalam dosa
seburat kelangsungan ini pagi memandikan lumut senja di mentari nan kuyup
ada rengek meramaikan rerumah berubah merah demam
tanpa tanggung, jawabnya “hanya memuntahkan kamboja di rahim nestapa”
lalu kala sesal…
nganga langit runtuh di lebam kata bunda mengusir muka
2012
Puisi-puisi Laura Rafti di Xpresi Riau Pos 24 Februari 2013
Berdiri aku di kelung sang langit
menyisirkan rambut milik mendung
terjulur berdentam ke dataran berpinggang
malam menampung hujan
untuk berwudhu tangan sampai kaki nyawa[Atma]
nan khusuk bulan berka’bah
menyimpan embun persiapan meranggas raga
saat membenamkan tulang dalam tanah
Pekanbaru, 19 Februari 2013
Ci[tumpah]
: Chee
Kita kenal dari sekolom teratai
Ci selalu menyibak ceri merah samping aula
dan menyambung dagu
dengan semilir pagi sedang meminum susu di kantin
sebelum hari bertaman angin yang turun dari lereng
aku telah telah berkalbi padamu
kala perpisahan kurasakan kebiasaan Ci[tumpah]
dan kebingungan mencari[Ci]
dia kembali saat kumengurai perpisahan
kini bukan dengan[Ci]
tapi, dengan[nya] dalam mereka
Pekanbaru, 19 Januari 2013
Sepenggal Nasi
Sudut sempit kasur
“berpeta prihatin kita sahabat”
sepenggal nasi...
selirik barisan sendok tersuapi dari sering
mie pada [mie] terbentang selilit
ke hati
ucap kebersaman yang sumbang
di tawa
kumenerima kekuranganmu
saat diterimanya obrak-abrik
di sudut sempit keluwung egoku terpahami
Pekanbaru, 8 Januari 2013
Puisi-puisi Laura Rafti di Xpresi Riau Pos 10 Februari 2013
Bilik Suara
Kala keroncongan
di perut-perut yang kemalaman
reduplikasi waktu
masih mengeluarkan rerumus kiri
cacing galau dalam pusar
tetapi, kos berpagar lapis sedepa wajah
dengan kancing bolongan nafas
inilah pertemuan suara di balik bilik
hatif tanpa mata selunjur di setiap inci malam sitatap
“Bang sate! “Bang bakso!” “Bang nasi goreng”
tanpa ba nan bu dibungkus kenyang masuk kantong hitam
terjulurlah tangkai sapu
disisipkan selentik jantung
dan yayu mengasung 5000an
lalu di kamar hening terhidang makanan dari surga syukur
Pekanbaru, 1 Januari 2013
Haribaan Tangis
Dedaun kuyup diguyur reremah gelas subuh
kumelunakkan sumsum luka di haribaan tangis
membuka jendela kembang sepatu
memandang luar dengan hati mematuk
Adakah rengkarnasi kesejatian Romeo dan Juliet?
ataukah hanya dongeng dalam kelambu
kolam setia kehilangan kaos rindu
dan luber mantan di wewayang paraPecinta
“lengkara se[jati cinta]!”
Berharap kejujuran walafiat
tapi, kecolongan pernikahan tanah kelahiranku
Pekanbaru, 3 Januari 2013
Puisi-puisi Laura Rafti di Xpresi Riau Pos Minggu, 9 Desember 2012
Enjawantah Dusta
Tercuim bau anyir hati terkorban di dalam perutnya
telah lama dikau paksakan nanah bohong terkunyah
“Apa makna perjalanan menempuh jingga
dihatinya?”
daku terpasung
saat musim purnama lalu, drama seling[kuh] dimainkan
bayangbayangnya telah terpatah
sebelum nyata menutup kantuk
dan potret kunangkunang mesra menyelinap ke permukaan tufa
engku kalapkan elegi kalbi
memonolitkan sumpah di enjawantah dusta
akulah karas
menektarkan rahim terberi ke kekasihmu
hingga tertelan...
Dunia Termangu Dinganga
Duniaku dalam ruang kanvas termangu
sajakku rumpang di tugas yang mengaga
tiap lewati ragam baku menggosok layar takdir
lalu kepusingan di kebulatan kanan atau kiri
sebab terhisap lembaran menyemur dari putih
suka itu mengepel beban menjenuh
pada kamar kata hinggap satu persatu ke isa reranting sepi
menggurat...
bermohon seperti Sutardji “kucing dalam darah”
tapak tilas tergetar rusuk terpisah
meskipun, menjadi puisi khayalan kesayangan
tanpa ariari
Pemimpi pelosok kerikil kasar menempa kulit [pu]lau[isi]
terjatuh kilir pun tak mengapa
menangkar 11 jari rekah sakura hingga terbenam jiwa ....
Pekanbaru, 28 November 2012
Sembilanku-mu
Simpang empat membelokkan jembatan ukiran 9 kelahiranku
9 mawar putih menggugurkan kenanga
mengunyahkan malam senin barzanzi yang menggulirkan kemagriban hening
wanita meninggalkan rumah, laki-laki ke masjid mengazani liang telinga
agar semua berduyun kegua bertapa berseling
di khusuk pantai 5 waktu dan sepertiga malam ke satu terMaha
Pekanbaru, 30 November 2012
Tercuim bau anyir hati terkorban di dalam perutnya
telah lama dikau paksakan nanah bohong terkunyah
“Apa makna perjalanan menempuh jingga
dihatinya?”
daku terpasung
saat musim purnama lalu, drama seling[kuh] dimainkan
bayangbayangnya telah terpatah
sebelum nyata menutup kantuk
dan potret kunangkunang mesra menyelinap ke permukaan tufa
engku kalapkan elegi kalbi
memonolitkan sumpah di enjawantah dusta
akulah karas
menektarkan rahim terberi ke kekasihmu
hingga tertelan...
Dunia Termangu Dinganga
Duniaku dalam ruang kanvas termangu
sajakku rumpang di tugas yang mengaga
tiap lewati ragam baku menggosok layar takdir
lalu kepusingan di kebulatan kanan atau kiri
sebab terhisap lembaran menyemur dari putih
suka itu mengepel beban menjenuh
pada kamar kata hinggap satu persatu ke isa reranting sepi
menggurat...
bermohon seperti Sutardji “kucing dalam darah”
tapak tilas tergetar rusuk terpisah
meskipun, menjadi puisi khayalan kesayangan
tanpa ariari
Pemimpi pelosok kerikil kasar menempa kulit [pu]lau[isi]
terjatuh kilir pun tak mengapa
menangkar 11 jari rekah sakura hingga terbenam jiwa ....
Pekanbaru, 28 November 2012
Sembilanku-mu
Simpang empat membelokkan jembatan ukiran 9 kelahiranku
9 mawar putih menggugurkan kenanga
mengunyahkan malam senin barzanzi yang menggulirkan kemagriban hening
wanita meninggalkan rumah, laki-laki ke masjid mengazani liang telinga
agar semua berduyun kegua bertapa berseling
di khusuk pantai 5 waktu dan sepertiga malam ke satu terMaha
Pekanbaru, 30 November 2012
Puisi Laura Rafti di Metro Riau 16 Juni 2013
Kado Dari Ufuk Tak Dikenal
Saat umur mengulur 1 cm
kriput melunturkan aroma kulit
gagah menuju pergi
rentan menjelma datang
Takdir dari ufuk tak kukenal
Bersenandung
“ gula mencumbu dermaga darah!”
Khawatir melingkar rekah merekah
usaha beruntun terarah
tapi, takdir kuat merengkap
Manusia hanya bisa pasrah
Berserah.....
Pekanbaru, 2 Agustus 2012

Saat umur mengulur 1 cm
kriput melunturkan aroma kulit
gagah menuju pergi
rentan menjelma datang
Takdir dari ufuk tak kukenal
Bersenandung
“ gula mencumbu dermaga darah!”
Khawatir melingkar rekah merekah
usaha beruntun terarah
tapi, takdir kuat merengkap
Manusia hanya bisa pasrah
Berserah.....
Pekanbaru, 2 Agustus 2012
Puisi-puisi Laura Rafti di Xresi Riau Pos 27 januari 2013
Tunggang Kabur
Gedung bertambah
jalan bersidekap panas gerobak salamlah dengan hujan
“ duh, tak sanggup menyewa kemewahan”
seragam tiba!
“enyahlah”
tunggang kabur hingga tak tampak
“cari aman sajalah”
2012
Biduk langit
Cinta kelam mulai merangkak hilang
saat ombak melabuhkan
tengah tiga bintang dalam kujur aku
tapi, masih menulis diari di biduk langit
mengulang hubungan cecap lain kupukupu
denganku
walau, kembali pulang kepatahan kepala
2012
Rapuh
Tak ingin mengutuk mandi
mengguyur rapuh
tampak utuh
2012
Ke Lahat
Sirine mengalungi bulu kuduk
titip bahagia di pelupuk duka
kain putih membalut ibu...
nyawa mengepal tanah ke lahat
lalu nisan tak terbalas..
2012

Gedung bertambah
jalan bersidekap panas gerobak salamlah dengan hujan
“ duh, tak sanggup menyewa kemewahan”
seragam tiba!
“enyahlah”
tunggang kabur hingga tak tampak
“cari aman sajalah”
2012
Biduk langit
Cinta kelam mulai merangkak hilang
saat ombak melabuhkan
tengah tiga bintang dalam kujur aku
tapi, masih menulis diari di biduk langit
mengulang hubungan cecap lain kupukupu
denganku
walau, kembali pulang kepatahan kepala
2012
Rapuh
Tak ingin mengutuk mandi
mengguyur rapuh
tampak utuh
2012
Ke Lahat
Sirine mengalungi bulu kuduk
titip bahagia di pelupuk duka
kain putih membalut ibu...
nyawa mengepal tanah ke lahat
lalu nisan tak terbalas..
2012